Ini cerita Ta'arufku


Ini cerita Ta’arufku
11 Januari 16:28
“Assalamu’alaikum.. Udah 2014, Ran.. Mana undangannya?” seorang teman menyapaku dari roomchat FB. Panggil saja ia Putra, teman sekelas saat duduk di kelas 6 SD dulu.
“Wa’alaikumsalam.. Undangan apa put?” jawabku pura-pura tidak mengerti.
“Tapi 2014 nikah…” jawabnya singkat. Persis seperti dugaanku.
“Masih ada 11 bulan lebih lagi Put.. lagi pula sejauh ini belum ada laki-laki yg cukup jantan untuk langsung menemui orang tua..” jawabku seadanya.

                Ya, dua tahun belakangan, aku memang berkoar-koar ke teman-teman sekitar, bahwa aku mempunyai target menikah pada 2014 ini, tepatnya bulan April. Kenapa? Entahlah.. yang jelas, sejak aku mengenal ROHIS, sejak aku tahu bahwa pacaran itu dilarang dalam islam, pun taka da pacaran islami seperti yang sering ku dengar, aku mengazzamkan diri untuk memberi penjagaan diri salah satunya dengan menikah. Niatan itu terus aku umbar-umbar, baik ketika obrolan di dunia nyata, atau bahkan melalui status-status di dunia maya. Hingga hampir orang-orang terdekatku mengetahui niatan tersebut. Banyak yang ngebully, tak sedikit pula yang turut meng-aamiin-kan. Semuanya berjalan apa adanya.

                Salah satunya, dari temanku tadi. Entah iseng atau apa, sapaannya di roomchat FB itu, mengingatkan aku kembali atas target menikah itu. April 2014. Tak terasa, hal itu memantik kembali semangatku untuk lebih ekstra mempersiapkan diri. Aku buka kembali buku-buku yang memotivasi untuk menikah, terutama menikah muda. Bosan dengan buku yang ada, aku kembali mengunjungi toko buku kenamaan untuk membeli buku-buku baru. Aku jalani tips dan trik yang tertulis di dalam buku. Tak hanya itu, aku searching di youtube motivasi-motivasi nikah muda. Rata-rata, hal yang harus dilakukan terlebih sering ialah, terus-menerus memperbaiki diri dan mendekatkan diri kepada Allah. Terus memanjatkan doa terutama di waktu-waktu mustajab, misalnya di sepertiga malam terakhir. Ya.. Aku melakukannya..

                hingga aku bertemu pada satu titik dimana aku merasa bahwa aku terlalu ambisi untuk itu. tiba-tiba terjadi dialog dalam hatiku, “Ran.. benar sudah siap?” aku bertanya dalam hati.
“Kuliah belum selesai, lho.. Amanah-amanah juga masih belum maksimal dikerjakan.. Apa sudah punya tabungan? Ini memang niatan murni atau sebatas ambisi? Apa ngga malu dengan kakak-kakak lainnya, yang sudah lebih siap dari segala aspek, tapi masih kalem saja menunggu jodohnya? Memangnya sudah mengajukan proposal ke Murobbiah? Sudah dapat izin menikah dari Papa, memangnya? Lagi pula, kematian itu lebih pasti dari pada sebuah pernikahan!”


                Ah.. pertanyaan-pertanyaan itu membathin dalam diriku. Setiap pertanyaan ku jawab jujur, hingga akhirnya aku memilih mundur dari target yang sudah aku tetapkan sejak dulu.

                “Jadi, dimundurin saja targetnya.. Menikah di usia 24 Tahun. Ya.. menjelang itu, focus saja dengan kuliah dan amanah yang harus dikerjakan, sembari mengumpulkan tabungan. Ya.. kalau jodohnya datang sebelum masa target yang ditentukan, Alhamdulillah. Kalau di usia 24 jodohnya belum datang, baru ikhtiarnya dikencangkan. Dan ingat, kematian itu lebih pasti datangnya dari pada jodoh. Jadi jangan terlalu ambisi mengejar yang belum pasti.” Tekadku dalam hati. 

*** 

Sabtu, 25 Januari 2014
                 
Sesuai dengan yang sudah disepakati oleh seluruh anggota halaqoh dan murobbiah, malam ini, agenda halaqah kali ini ialah mabit di rumahku. Semua perlengkapan yang dibutuhkan sudah dipersiapkan. Seperti laptop, speaker, dan infokus, tak lupa makan malam dan sedikit cemilan, menemani kami malam minggu itu.
             
Usai nonton bareng, agenda selanjutnya ialah daurah pra nikah oleh murobbiah kami yang sudah lebih dulu menggenapkan separuh diennya. Banyak hal yang beliau sampaikan. Ada juga study kasus mengenai fenomena ta’aruf. Dialog pun terjadi. Tanya jawab mengisi pertemuan kami malam itu. jam dinding menunjukkan pukul 12 malam, tapi kantuk yang ada dapat ditahan karna diskusi menarik malam itu. Kami yang hadir sangat antusias. Tak jarang tawa renyah menghiasi ditengah perbincangan. Sedikit bullyan pun dialamatkan ke masing-masing anggota yang hadir. Ada yang lebih tua dariku, sebaya dan ada juga adik juniorku. Komplit.

Paginya, sebelum beberapa anggota berangkat menjalani aktivitas masing-masing, kami diajarkan bagaimana membuat proposal pernikahan. Dulu ku fikir, proposal yang dimaksud sama dengan proposal untuk membuat suatu acara, ada latar belakang dan sebagainya. Tapi ternyata tak seribet itu. Hanya berisi dari pribadi dan data-data lainnya yang dianggap perlu.

Selasa, 28 Januari 2014

“Assalamu’alaikum, adik-adik.. besok datang ya ke rumah kakak untuk ngantarin proposalnya. Sekalian juga fotonya. Kakak tunggu di rumah jam 10 pagi besok. Jzakillah.. “ sebuah pesan singat dari Murobbiahku. Wah wah, agak nervous juga! ^^

Keesokan harinya, sesuai permintaan, aku bersilaturrahim ke rumah MR-ahku sambil membawa biodata diriku beserta foto terbaru. Singkat cerita, biodataku sudah berada di tangan beliau. Aku, menjadi orang pertama yang datang menyerahkannya.

Kamis, 30 Januari 2014
"Assalamu’alaikum, Ran, besok ke rumah kakak ya jam 10. Ada yang mau kakak diskusikan terkait amanah Rani. Jzkllah..” lagi, sebuah pesan singkat dari murrobbiahku.
 “Wa’alaikumsalam.. Insyaallah kak..”jawabku singkat.

Jumat, 31 Januari 2014

Aku datang memenuhi undangan murobbiahku. Sesuai yang disampaikan dalam sms, pembicaraan di buka oleh perntanyaan dari murobbiahku terkait amanahku di dakwah kampus. Setelah panjang lebar menjelaskan, dan diberi tanggapan, murobbiahku membuka pembicaraan baru.

“Oia, Ran.. proposal yang Rani kasih kemaren masih ada yang harus diperbaiki.” Kata beliau sembari menyodorkan sebuah amplop berwarna coklat.
                
 “Iya kak? Yang dibagian mananya kak?” jawabku sembari mengambil amplop yang diserahkan.
            
    “Coba dilihat dulu..”
           
     Aku membuka amplop tersebut dengan tanpa perasaan apa-apa. Ku ambil kertas yang ada di dalamnya, dan ku baca…

                Suasana terasa hening seketika. Detik detik dan detik.. Aku memasukkan kembali kertas itu ke dalam amplop dan ku serahkan kembali amplop itu kepada murobbiahku, seraya berkata, “Ini bukan punya Rani, kak..” kataku polos. Beliau tersenyum pernuh makna.

                “Iya, tapi ini untuk Rani.” Ucap beliau kembali mennggeser amplop itu kepadaku.

                “Tapi ini bukan punya Rani, kak..” balasku pun seraya mengembalikan lagi amplop itu kepada beliau. Berulang-ulang adegan itu terjadi hingga akhirnya murobbiahku menjelaskan, “Iya, Ran.. tapi proposal ini untuk Rani. Biodata Rani sudah diserahkan ke salah satu ikhwan oleh suami kakak, dan ikhwan tersebut bersedia ta’aruf dengan Rani. Ini biodata ikhwannya. Jadi silahkan baca biodatanya, lihat fotonya. Kakak tunggu jawaban Rani, bersedia atau tidak berta’aruf dengan beliau.”

                Tetiba, gigil menggerayangi tubuhku. Terasa badanku mendingin, tetutama di bagian kaki. Aku bingung, shock, kaget dan semua perasaan campur aduk menyergap diriku. Dengan keyakinan yang terbatas, aku membaca satu persatu untaian kata yang tertera di dua lembar kertas HVS itu. yang paling mengejutkan ialah bahwa ikhwan yang datanya ku pegang ini, adalah saudara kandung dari salah seorang adik akhwat yang ku kenal. Parahnya, kami sama sama membina di salah satu SMA di Pekanbaru.

                “Tapi kak.. kenapa di serahkan ke Rani? Kenapa tidak ke yang lain saja yang sudah lebih siap. Kakak kan tahu, Rani tidak diizinkan menikah oleh Papa sebelum lulus kuliah.” Tanyaku usah membaca biodata tersebut.

                “Iya, tapi menurut kakak Rani sudah lebih siap. Dari kriteria yang Rani tulis juga beliau memenuhi. Lagi pula, Mama Rani kan sudah ngasih lampu hijau. Coba saja tanyakan dulu, coba untuk kondisikan orang tua.” Jawab beliau meyakinkanku.

                Tak lama, suami beliau datang. Berhubung beliau yang lebih kenal dengan ikhwan ini, ustadz tersebut memberi gambaran bagaimana ikhwan ini sebenarnya. Mereka berdua meyakinkanku. Tapi… Tapi.. Dalam hatiku belum ada keyakinan itu sepenuhnya, pun di satu sisi, aku tak meragukan ikhwan yang saat itu biodatanya ada di tangaku.. Ya Robb.. Bimbing aku..

                Usai pertemuan itu, aku pulang dengan membawa perasaan haru. Di satu sisi, Insyaallah, aku tak punya alasan untuk menolak beliau yang biodatanya kini ada padaku. Di sisi lain, aku ragu dengan diriku sendiri. Siapalah aku? Ah.. aku bukan siapa-siapa.. belum lagi harus mengkondisikan orang tua, terutama Papa yang selama ini jelas-jelas memberi warning untuk tidak menikah sebelum lulus kuliah.

                Tapi, tak ada salahnya mencoba, bukan?

                Apalagi, salah satu prinsip yang selama ini ku pegang, “Lebih baik mencoba dan mungkin gagal dari pada tidak sama sekali dan sukses tak kan pernah ada!”

                Ya.. aku mencoba untuk menyampaikan hal ini kepada orang tua. Ketakutan untuk “ditolak”, sekuat mungkin untuk ku tepis. Jikalau ditolak, paling tidak aku sudah mencoba, bukan? J

                Saat menyampaikan maksud tersebut, aku yang biasanya lancar berbicara, bahkan di depan public sekalipun, tetiba menjadi seorang yang gagap. Sulit ku rangkaikan kalimat agar maksud pembicaraanku diterima baik oleh orang tua. Jujur, ada harap untuk diberi izin oleh orang tuaku untuk menjalani proses ini, tapi.. aku sudah membuka ruang dalam hati untuk menerima penolakan.

                Tapi, ternyata…… Alhamdulillah…. Aku mendapatkan Surat Izin Menikah dari Orang tua, terutama Papa. Subhanallah.. entah apa yang merasuki Papa hingga tetiba ia dengan mantapnya memberikan aku izin untuk mengiyakan proses ta’aruf tersebut. pun dengan Mama, walau agak berbeda penyikapannya. Mama masih diliputi kebimbangan, sedangkan Papa dengan mantapnya berkata, “Pokoknya, kalau Rani teguh, Papa akan dukung terus. Sekalipun abang tidak menyetujui. Restu Allah kan restu orang tua. Papa Mama sudah ngasih restu. Mudah-mudahan Allah melancarkan prosesnya..”
               
                Alhamdulillah.. Alhamdulillah Ya Robb..

                Selepas isya, ku kabarkan kepada murobbiahku bahwa aku mengiyakan proses ta’aruf dengan beliau. Beliau pun turut bersyukur mendengarnya. Hingga akhirnya, proses ta’aruf didampingi oleh murobbiahku dan suaminya. Tahap demi tahap taaruf berjalan didampingi mereka berdua, hingga akhirnya tanggal pernikahan ditentukan.

                Kami baru bisa berkomunikasi secara langsung setelah tanggal pernikahan ditentukan, untuk mengkomunikasikan persiapan hari yang bahagia itu. Hanya itu. Tak ada sms yang membahas hal-hal di luar itu, apalagi telfonan yang tidak ada urgensinya dengan persiapan pernikahan kami. Bagaimana pun belum ada akad yang menghalalkan hubungan kami.

Aku pun sudah bisa terang-terangan berkomunikasi dengan adik beliau, yang selama ini, kami berdua sama-sama berpura-pura tidak tahu mengenai proses yang sedang aku jalani bersama Mas-nya. Ya, kami pun sama-sama kaget, tidak menyangka. Yang tadinya kami berstatus sebagai senior junior di kampus, karna kami kuliah di kampus yang sama, kini sudah berstatus sebagai calon adik dan kakak ipar. Subhanallah..

Hingga akhirnya, di sebuah Mesjid yang cukup besar yang terletak di dekat rumahku, pada tanggal 11 Mei 2014, disaksikan oleh banyak pasang mata, akad pernikahan antara Papa dan ikhwan itu, berlangsung dengan khitmat. Banyak saudari-saudariku yang mengaku menangis karna haru, berbeda denganku yang sudah lebih dulu menguatkan hati untuk tidak meneteskan air mata, sekalipun tak ada yang tahu bahwa aku pun sangat bahagia.

  11 Mei 2014, menjadi hari dimana aku kini tlah berstatus sebagai istri. Setelah rangkaian acara berlangsung, kami berjalan di damping groub rebana dan tetamu yang hadir untuk kembali ke rumahku, ke tempat walimatul ursy dilaksanakan. Tamu yang hadir melebihi perkiraanku. Doa-doa dipanjatkan untuk kami di hari bahagia itu.

11 Mei 2014, tak hanya mendapatkan menantu baru, orang tua dari suamiku pun mendapat cucu baru dari Mbak-nya suamiku. Artinya, kami mendapatkan keponakan baru. Aku akan di panggil Buk Lek J

 Hari itu menjadi hari yang sangat membahagiakan untuk kami, keluarga besar kami, pun untuk orang-orang disekeliling kami.

Scenario Allah sungguh luar biasa..

Ya.. itulah singkat cerita pertemuanku dengan suamiku kini. Kini, aku tak lagi sendiri. di usia yang belum genap 22 tahun, Allah telah menghadirkan seorang imam untukku, penyempurna separuh agamaku. Bersyukur? Tentu saja.. Tapi perjuangan belum selesai. Ke depan masih ada banyak hal yang harus dilalui bersama. Tantangan yang jika dilewati dengan penuh ketaqwaan pada-Nya, Inysaallah akan menghadirkan syurga nantinya. Itu cita-cita tertinggi kami..

Walaupun meleset dari target awal, April 2014, tapi.. Allah sudah mengabulkan doa dan pengharapanku. Aku pun meyakini, bahwa jika kita jujur meminta kepada Allah, Insyaallah Allah akan kabulkan. Sama dengan permintaan kita atau yang lebih baik. Percayalah..

                Oia, banyak yang kaget saat info pernikahanku ini mulai di sebarkan. Karna memang, proses yang aku lalui tak terbaca oleh orang-orang sekitar. Banyak yang penasaran juga siapa ikhwan yang menminangku itu. Dan sepertinya, banyak juga yang termotivasi untuk segera menyusul. #ditungguundangannya

           Kini, bersamanya yang memilihku, ku percayakan untuk menjalani tiap episode hidupku bersamanya.. Semoga, Allah senantiasa mengistiqomahkan kami dalam barisan panjang warisan Rasulullah Saw.. Jalan dakwah ini.. hingga nanti, kaki kami menginjak memasuki gerbang-gerbang syurga.. Semoga pernikahan kami ini diberkahi oleh-Nya.. Semoga melalui kami, turut dilahirkan para genesari mujahid dan mujahidah yang mencintai Robb-Nya..
                Ya Allah,, perkenankanlah do’a kami..

3 Responses to "Ini cerita Ta'arufku "

  1. Tulisan-tulisan kk bagus, jadi baper baca yang ini, :D

    BalasHapus
  2. kak ice :: makasih udah mampir ya kka :)

    Wina :: makasih ya dk udah mampir... hihi..maap ^^ ga maksud buat yang baca jadi baper :)

    BalasHapus

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel